Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menangkap Muhammad Arif Nuryanta, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Ketua PN Jaksel), bersama dengan beberapa hakim dan profesional hukum lainnya dalam kasus suap besar terkait pembebasan tiga perusahaan minyak kelapa sawit terkemuka.
![]() |
Sumber Gambar: https://asset.kompas.com/ |
Skema Suap
Menurut penyelidikan Kejaksaan Agung, Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima suap sebesar Rp 60 miliar terkait dengan kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) oleh tiga korporasi besar:
- Wilmar Group
- Musim Mas Group
- Permata Hijau Group
Kasus suap ini dimulai ketika pengacara yang mewakili perusahaan minyak kelapa sawit tersebut, Ariyanto Bakri, menghubungi panitera pengadilan Wahyu Gunawan untuk "mengurus" perkara. Wahyu menyampaikan permintaan ini kepada Muhammad Arif Nuryanta, yang kemudian diduga meminta Rp 60 miliar - dihitung sebagai Rp 20 miliar per hakim dengan tiga hakim yang terlibat dalam keputusan tersebut. Uang tersebut diduga diserahkan dalam bentuk dolar Amerika Serikat dan kemudian dikonversi ke rupiah. [Kompas.com]
Distribusi Uang Suap
Dari Rp 60 miliar yang diduga diterima oleh Arif Nuryanta, hanya sebagian yang didistribusikan kepada para hakim yang memberikan vonis menguntungkan:
- Pembayaran pertama: Rp 4,5 miliar dibagikan kepada hakim Djuyamto dan Agam Syarif Baharudin, yang kemudian membaginya dengan Ali Muhtarom
- Pembayaran kedua: Rp 18 miliar dibagikan dengan Djuyamto menerima Rp 6 miliar, Agam Syarif Baharudin menerima Rp 4,5 miliar, dan Ali Muhtarom menerima Rp 5 miliar
Kejaksaan Agung masih menyelidiki apa yang terjadi dengan sisa Rp 37,5 miliar, memeriksa apakah uang itu disimpan oleh Arif Nuryanta atau didistribusikan kepada pihak lain. [DetikNews]
Latar Belakang Kasus Korupsi
Kasus korupsi awal melibatkan
tiga perusahaan minyak sawit besar ini yang mengekspor minyak sawit mentah
tanpa izin yang diperlukan selama periode (Januari-April 2022) ketika Indonesia
memberlakukan pembatasan ekspor untuk mengendalikan harga minyak goreng lokal
yang melambung tinggi.
Pada tanggal 19 Maret 2025, majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengeluarkan putusan kontroversial yang membebaskan ketiga perusahaan tersebut dengan vonis "ontslag van alle recht vervolging" (lepas dari segala tuntutan hukum), secara efektif memutuskan bahwa meskipun unsur-unsur kejahatan yang dituduhkan mungkin terpenuhi, tindakan tersebut tidak termasuk tindak pidana. [Independent]
Penyelidikan
Kasus ini terungkap ketika
jaksa penyidik menemukan bukti saat menangani kasus lain yang melibatkan mantan
pejabat Mahkamah Agung bernama Zarof Ricar di Surabaya. Selama penyelidikan
tersebut, mereka menemukan percakapan yang menyebutkan Marcella Santoso,
pengacara yang mewakili perusahaan minyak sawit dalam kasus CPO.
Penyidik kemudian melakukan penggeledahan di berbagai lokasi, termasuk:
- Kediaman Muhammad Arif Nuryanta, dimana mereka menyita beberapa amplop berisi mata uang asing termasuk dolar Singapura dan dolar AS
- Rumah Ariyanto Bakri, dimana mereka menyita kendaraan mewah termasuk Ferrari Spider, Nissan GT-R, Mercedes Benz, Land Cruiser, dan dua Land Rover
- Beberapa lokasi lain di tiga provinsi berbeda (Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta)
Para Tersangka
Total tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini:
- Muhammad Arif Nuryanta - Ketua PN Jakarta Selatan (sebelumnya Wakil Ketua PN Jakarta Pusat)
- Wahyu Gunawan - Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara
- Marcella Santoso - Pengacara korporasi yang mewakili perusahaan minyak sawit
- Ariyanto Bakri - Pengacara korporasi yang mewakili perusahaan minyak sawit
- Djuyamto - Ketua majelis hakim dalam kasus minyak sawit di Pengadilan Tipikor Jakarta
- Ali Muhtarom - Hakim anggota majelis
- Agam Syarif Baharudin - Hakim anggota majelis
Semua tersangka telah ditahan
untuk periode awal 20 hari di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Dakwaan Terhadap Para Tersangka
Ketujuh tersangka menghadapi berbagai dakwaan korupsi berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
- Muhammad Arif Nuryanta didakwa berdasarkan beberapa pasal termasuk Pasal 12 huruf c, Pasal 12 B, Pasal 6 ayat 2, Pasal 12 huruf a, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11, dan Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
- Tiga hakim (Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin) didakwa berdasarkan Pasal 12 huruf c, Pasal 12 B, Pasal 6 ayat 2, Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tanggapan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung (MA) telah
merespon skandal ini dengan membentuk satuan tugas evaluasi dan memberhentikan
sementara para hakim yang terlibat dari posisi mereka. Wakil Ketua PN Jakarta
Selatan telah ditunjuk sebagai pengganti sementara Muhammad Arif Nuryanta.
Implikasi yang Lebih Luas
Kasus ini memiliki implikasi signifikan bagi sistem peradilan dan ekonomi Indonesia:
- Hal ini menunjukkan potensi korupsi dalam sistem peradilan Indonesia, terutama dalam kasus-kasus profil tinggi yang melibatkan korporasi besar
- Ini menimbulkan pertanyaan tentang mekanisme pengawasan dalam sistem peradilan
- Karena Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia, skandal ini dapat mempengaruhi kepercayaan internasional terhadap sektor tersebut
- Ini mungkin berdampak pada pendekatan regulasi terhadap ekspor minyak sawit, yang sangat penting bagi ekonomi Indonesia
Penyelidikan masih berlangsung
karena jaksa terus menelusuri aliran uang dan mengidentifikasi pihak-pihak
tambahan yang mungkin terlibat dalam skema suap.
Barang Bukti yang Disita
Dalam penggeledahan yang dilakukan, jaksa penyidik telah menyita sejumlah barang bukti, termasuk:
- Mata uang asing: 40 lembar mata uang dolar Singapura pecahan 1.000, 125 lembar dolar Amerika pecahan 100, serta berbagai pecahan mata uang asing lainnya
- Kendaraan mewah: 3 unit mobil (1 Land Cruiser dan 2 Land Rover), 21 sepeda motor, dan 7 sepeda
- Uang tunai: 360.000 dolar Amerika (setara Rp 5,9 miliar), 4.700 dolar Singapura, dan Rp 616.230.000
Penyitaan-penyitaan ini dilakukan di rumah tersangka Arif Nuryanta, Ariyanto Bakri, kantor Marcella Santoso, dan rumah Agam Syarif Baharudin. [CNNIndonesia]
Post a Comment