Halloween Costume ideas 2015

Kronologi Lengkap Kasus Suap Ketua PN Jaksel

Awal Mula Terbongkarnya Kasus

Kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di PN Jakarta Pusat ini tidak terungkap secara langsung, melainkan ditemukan secara tidak sengaja. Jaksa penyidik menemukan bukti saat sedang menangani perkara lain di PN Surabaya yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) bernama Zarof Ricar.

 

Sumber Gambar: https://akcdn.detik.net.id/

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa jaksa penyidik menemukan bukti percakapan yang menyebut nama Marcella Santoso, pengacara yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Marcella diketahui merupakan pengacara terdakwa korporasi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO.

 

"Jadi, ketika penyidik menangani perkara yang di Surabaya [Zarof Ricar], di situ ada ditemukan semacam percakapan, catatan yang menyebutkan nama MS [Marcella Santoso, Advokat]," ujar Harli.

 

"Penyidik setelah ada putusan ontslag ini melakukan penggeledahan di apartemennya MS dan menemukan catatan-catatan terkait ontslag ini," lanjutnya. [CNNIndonesia]

 

Alur Suap dari Pengacara ke Hakim

Berdasarkan keterangan Direktur Penyidikan JAMPIDSUS Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, kasus ini berawal ketika pengacara terdakwa korporasi minyak goreng bernama Ariyanto Bakri menghubungi Wahyu Gunawan selaku panitera muda untuk 'mengurus' perkara kliennya. Wahyu kemudian menyampaikan keinginan Ariyanto itu kepada Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

 

Arif Nuryanta kemudian meminta imbalan sebesar Rp 60 miliar, dengan kalkulasi Rp 20 miliar untuk satu orang hakim. Karena biasanya hakim yang mengadili perkara korupsi berjumlah tiga orang, maka total permintaan menjadi Rp 60 miliar.

 

Beberapa waktu kemudian, Ariyanto Bakri menyerahkan uang sebesar Rp 60 miliar dalam bentuk Dollar Amerika Serikat kepada Wahyu Gunawan, yang kemudian meneruskannya kepada Muhammad Arif Nuryanta. [Detik News](https://news.detik.com/berita/d-7868002/alur-suap-rp-60-m-ke-ketua-pn-jaksel-hingga-ke-majelis-hakim-perkara-migor)

 

Pembagian Uang Suap kepada Majelis Hakim

Setelah menerima uang Rp 60 miliar, Muhammad Arif Nuryanta menunjuk tiga orang hakim sebagai majelis hakim perkara tersebut: Djuyamto sebagai ketua majelis, serta Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin sebagai anggota.

 

Pembagian uang suap dilakukan dalam dua tahap:

Tahap Pertama

Muhammad Arif Nuryanta menyerahkan Rp 4,5 miliar kepada Djuyamto dan Agam Syarif Baharudin sebagai "uang baca berkas perkara". Uang tersebut dimasukkan ke dalam goodie bag oleh Agam Syarif Baharudin, dan kemudian dibagikan kepada ketiga hakim termasuk Ali Muhtarom.

 

Tahap Kedua

Pada sekitar bulan September atau Oktober 2024, Arif Nuryanta menyerahkan kembali uang dalam bentuk dolar Amerika setara Rp 18 miliar kepada Djuyamto. Penyerahan ini dilakukan di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Selatan. Kemudian uang tersebut dibagi menjadi:

  • Djuyamto: Rp 6 miliar
  • Agam Syarif Baharudin: Rp 4,5 miliar
  • Ali Muhtarom: Rp 5 miliar

 

Total uang yang telah dibagikan kepada ketiga hakim adalah Rp 22,5 miliar, sementara sisa Rp 37,5 miliar masih dalam penyelidikan Kejaksaan Agung. [CNNIndonesia]

 

Detail Kasus Korupsi CPO

Kasus awal yang menjadi sumber suap ini adalah dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada periode Januari-April 2022. Tiga perusahaan besar - Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group - didakwa melakukan korupsi terkait ekspor minyak sawit tanpa izin yang diperlukan pada saat Indonesia memberlakukan pembatasan ekspor.

 

Pada 19 Maret 2025, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat mengeluarkan putusan kontroversial berupa vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) terhadap ketiga terdakwa korporasi tersebut. Putusan ini berarti bahwa meskipun tindakan para terdakwa secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan, namun menurut pertimbangan majelis hakim, tindakan tersebut bukan merupakan tindak pidana. [Independent]

 

Perkembangan Penyidikan dan Penemuan Barang Bukti

Jaksa penyidik telah melakukan penggeledahan di banyak tempat di tiga provinsi berbeda: Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta. Dari penggeledahan ini, ditemukan berbagai barang bukti yang memperkuat dugaan suap:

 

Dari Rumah Muhammad Arif Nuryanta

  • 40 lembar mata uang dolar Singapura pecahan 1.000
  • 125 lembar dolar Amerika pecahan 100
  • Berbagai mata uang asing lainnya dalam amplop dan dompet

 

Dari Rumah Ariyanto Bakri

  • Mobil Ferrari Spider
  • Mobil Nissan GT-R
  • Mobil Mercedes Benz
  • 1 unit Land Cruiser
  • 2 unit Land Rover
  • 21 sepeda motor
  • 7 sepeda
  • 10 lembar dolar Singapura pecahan 100
  • 74 lembar dolar Singapura pecahan 50

 

Dari Tempat Lain

  • 360.000 dolar Amerika (setara Rp 5,9 miliar) dari rumah saksi AF
  • 4.700 dolar Singapura dari kantor Marcella Santoso
  • Rp 616.230.000 dari rumah Agam Syarif Baharudin

 

Tanggapan Mahkamah Agung dan Tindak Lanjut

Mahkamah Agung (MA) telah mengambil langkah-langkah tegas menanggapi kasus ini:

  1. Membentuk satuan tugas evaluasi untuk menyelidiki kasus tersebut
  2. Memberhentikan sementara Muhammad Arif Nuryanta dari jabatannya sebagai Ketua PN Jakarta Selatan
  3. Memberhentikan sementara ketiga hakim yang terlibat (Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin)
  4. Menunjuk Wakil Ketua PN Jakarta Selatan sebagai pengganti sementara Muhammad Arif Nuryanta

 

Peran Panitera dan Panitera Pengganti

Dalam kasus ini, selain hakim, panitera juga memiliki peran penting. Wahyu Gunawan sebagai Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara menjadi perantara antara pengacara terdakwa korporasi dan Muhammad Arif Nuryanta. Selain itu, ada pula beberapa Panitera Pengganti yang terlibat dalam persidangan kasus CPO tersebut:

  • Agnasia Marliana Tubalawony untuk terdakwa PT Musim Mas Group
  • Vera Damayanti untuk terdakwa PT Permata Hijau Group
  • Mis Nani BM Gultom untuk terdakwa PT Wilmar Nabati Group

 

Peran mereka dalam kasus suap ini masih dalam penyelidikan Kejaksaan Agung.

 

Dampak Terhadap Sistem Peradilan Indonesia

Kasus suap besar yang melibatkan Ketua PN Jakarta Selatan ini menjadi pukulan berat bagi citra peradilan Indonesia. Kasus ini menunjukkan masih adanya celah dalam pengawasan internal peradilan dan kerentanan sistem terhadap praktik korupsi.

 

Komisi III DPR RI melalui anggotanya telah menyoroti pengawasan MA terhadap para hakim. Hal ini menunjukkan bahwa kasus ini telah menarik perhatian luas dan berpotensi mendorong reformasi dalam sistem pengawasan hakim dan peradilan di Indonesia.

 

Jajaran pimpinan Kejaksaan Agung menegaskan komitmen mereka untuk terus mengusut kasus ini secara tuntas, termasuk menelusuri sumber aliran dana suap dan siapa saja yang terlibat dalam skema korupsi ini.

Post a Comment

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget